CATATAN PELATIHAN AHLI PERS DEWAN PERS

Bbs-news.id, Banten - Ini sisi lain dari catatan “Penyegaran dan Pelatihan Ahli Pers Dewan Pers” batch 2, di Banten, 19-21 Agustus 2021. Ceritanya; dijamin aktual, faktual dan sedikit mendebarkan. Apa itu? 

Apalagi kalau bukan seputar pandemi. Tentang Covid-19. Soal test PCR dan pernak-perniknya. Kiat aman dan nyaman waktu ‘dicolok’ hidung dan tenggorokan. Cerita calon peserta yang batal berangkat karena hasil PCR-nya positif. Tidak bisa ikut lantaran keluarganya terpapar Covid. Termasuk penerapan prokes ketat selama pelatihan. 

Meski tiga hari bertemu di tempat yang sama, namun tidak semua peserta yang bisa terlihat wajah aslinya. Tertutup masker. Tidak hanya satu, tapi ada yang dua lapis.     

Saya perhatikan daftar peserta. Saya amati obrolan WA Grup Pelatihan Ahli Dewan Pers sejak masa persiapan sampai berangkat dan selama kegiatan. Saya simak dialog peserta dan panitia. Lalu, saya catat dengan hati-hati.

Dari daftar peserta yang dikirim Sekretariat Dewan Pers per tanggal 13 Agustus 2021, tercatat 10 Ahli Pers yang ikut “Penyegaran dan Pelatihan Ahli Pers Dean Pers” batch 2 di Banten ini. Ahli Pers artinya mereka sebelumnya sudah ikut pelatihan dan ditunjuk oleh Dewan Pers sebagai Ahli. Bagi Ahli, program ini disebut penyegaran. 

Ahli Pers yang ikut penyegaran yaitu: Mario Abdillah Khair (Pekanbaru-Riau), Dian Andi Nur Aziz (Bogor-Jawa Barat), Rustam Fachri Mandayun (Bekasi-Jawa Barat), Rizal Rudi Surya (Medan-Sumatera Utara), Christiana Chelsia Chan, SH, LLM (Bekasi-Jawa Barat), Agus Salim (Medan-Sumut), Endro Surip Efendi (Samarinda-Kalimatan Timur), Muhammad Risanta (Banjarmasin-Kalimantan Selatan), Zamzami A Karim (Tanjungpinang-Kepri) dan Irmanto Kota Tangerang. 

Sedang untuk calon Ahli Pers, kegiatan ini disebut pelatihan. Ada 20 orang jumlahnya. Dari Sumbar ada tiga orang pesertanya, saya dan Dr Ir Basril Basyar MM dari PWI Sumbar serta Hendra Makmur dari AJI. Peserta dari provinsi lain yaitu Fathurrahman (Banjarmasin-Kalsel), Prawira Maulana dan Firdaus Komar dari Palembang-Sumsel.

Dari Pekanbaru-Riau tercatat tiga peserta dari calon Ahli yaitu Fendri Jaswir, Zulmansyah Sekedang dan Hasan Basril. Berikutnya, Donald Harris Sihotang dan Dr Iskandar Zulkarnain, MH dari Bandar Lampung. Fakhruddin Halim (Pangkalpinang-Bangka Belitung), M Munirul Ikhwan dan Haryanto dari Kepri, dan Zacky Antoni (Bengkulu). Lalu, Dian Lestari (Pontianak), Ayi Jufridar (Aceh), Edwin Agustyan (Bontang-Kaltim), Dr Artini (Jakarta) dan Harris Fadilah (Depok-Jabar). 

Dag-dig-dug Bermula

Nah, dari 30 peserta yang tergabung dalam WA Grup “Penyegaran-Pelatihan Ahli Pers” inilah cerita aktual, faktual dan mendebarkan, itu bermula. 

Beberapa hari sebelum keberangkatan, Dewan Pers sudah membekali peserta dengan surat undangan resmi. Untuk memperkuat administrasi perjalanan di musim pandemi, panitia juga berpesan agar peserta membawa surat tugas dari organisasinya masing-masing. Tiket pergi dan pulang untuk peserta jalur udara, dipesan langsung oleh panitia. Sedang syarat perjalanan udara, berupa sertifikat vaksin dan test PCR, diurus masing-masing peserta. 

Maka, jauh hari sebelum keberangkatan, peserta yang belum punya sertifikat vaksin, segera ikut vaksinasi. Minimal untuk mendapat sertifikat vaksin pertama.  Alhamdulillah, semua peserta yang terdata, sudah aman dari syarat ini. 

Masalah muncul menjelang dua-satu hari menjelang keberangkatan. Hasil PCR itu hanya berlaku 2 kali 24 jam sejak sampel diambil. Sejak 16, 17 sampai 18 Agustus, info yang beredar di WAG “Penyegaran-Pelatihan Ahli Pers” sebagian besar terkait test PCR. 

Mulai dari biaya PCR yang berbeda-beda; ada yang Rp700 ribu, ada yang Rp900 ribu. Padahal pas pada 16 Agustus malam, Menkes Budi Gunadi sudah mengumumkan bahwa tarif PCR turun jadi Rp495 ribu untuk Jawa dan Bali serta paling tinggi Rp525 ribu  di luar Jawa dan Bali. 

“Beritakan..beritakan,” sergah sejumlah peserta. Maklum, nyaris semua peserta ini wartawan. 

“Dimaklumi Pak, jika tarif masih belum turun. Tapi, gak masalah, harga Rp900 ribu masih bisa ditanggung panitia,” kata Adi Pramudita, panitia dari Dewan Pers yang sejak persiapan telaten berkomunikasi dengan peserta. 

Beres masalah harga PCR, masuk saat-saat mendebarkan. Menunggu hasil PCR keluar. “Deg-deg-annya lebih kencang daripada menunggu hasil ujian pretest dan ujian akhir,” kata Hendra Makmur. Soalnya, jika test PCR hasilnya positif, tidak hanya gagal berangkat yang menunggu. Tapi, itu..tu... menyandang status positif Covid plus menghadapi isolasi. 

“Alhamdulillah hasil PCR saya barusan keluar, negatif. Lanjut packing besok pagi udah terbang,” tulis Agus Perdana disertai emoji senang. Bersyukur dan merasa senang ketika hasilnya negatif, silih berganti diungkapkan peserta. Peserta yang lain pun membalas dengan mengucapkan selamat diiringi emoji jempol satu, dua bahkan tiga.  

Lalu, kabar yang memprihatinkan itu pun tibalah. “Selamat berlatih teman-teman. Hasil PCR saya positif. Batal terbang,”’ kata Dian Lestari dari Pontianak pukul 23.18 WIB, Selasa malam.  

“Tetap semangat mbak. Semoga segera pulih dan ikut di kesempatan berikut,” balas Nurhalim Tanjung.

“Mbak Dian, tetap semangat dalam menjalankan isoman ya. Keluarga juga tetap sabar dan semangat untuk bersama-sama meningkatkan imunitas tubuh. Amin,” kata Chelsia Chan. 

Dukungan dan dorongan agar Dian tetap semangat pun mengalir dari peserta dan panitia. 

“Terima kasih. Agak nggak yakin dengan hasil tes. Saya nggak ada merasa gejala apapun. Mungkin juga efek saya barusan vaksin kedua tanggal 3 Agustus, maka terdeteksilah RNA Covid yang masuk lewat vaksin,” ujar Dian menduga. 

“Saya juga seminggu vaksin pertama. Agak sedikit was-was juga meski saya sehat dan nggak ada gejala apapun serta selalu ikuti prokes. Semoga Dian tetap sehat dan memang nggak ada apa pun,” kata Ayi Jufridar, peserta dari Aceh    

“Waduh, saya vaksin kedua tanggal 10 Agustus. Agak H2C (harap-harap cemas) juga ni,” ujar Mario.

Hendra Makmur pun, buka jurus aman untuk test PCR. “Sebelum diambil sampel, bersihkan  tenggorokkan dan hidung dengan menguapi pakai air panas dicampur minyak kayu putih, “ ujarnya. 

Tidak hanya Dian Lestari yang batal mengikuti Pelatihan Ahli Pers batch 2 di Banten ini. Fakhruddin Halim juga urung karena hasil tes PCR-nya, positif. “Semoga bisa ikut pada momen berikutnya. Aamin,” katanya pagi Rabu (18/8).  

Begitu pula dengan Fendri Jaswir. Tiga hari sebelum keberangkatan, utusan PWI Riau ini menyampaikan permohonan maafnya tidak bisa ikut Penyegaran dan Pelatihan Ahli Pers. “Saya masih trauma untuk ke Jakarta karena saya pernah terpapar Covid-19 di Jakarta dan baru sembuh setelah isolasi terpusat dan mandiri selama 35 hari. Sekarang saya jadi motivator buat mereka yang terpapar agar cepat sembuh,” katanya. 

Beda dengan Haryanto dari Batam. Utusan PWI Kepri ini batal berangkat karena dia harus mendampingi perawatan orang tuanya yang juga terpapar Covid-19. 

“Pengalaman, baru kali ini berangkat ribet banget. Kaya mau umroh,” ujar Endro S Efendi. 

Yah, begitulah fakta perjalanan di era pandemi dengan status PPKM, rata-rata level 4 dan 3. Tidak mudah memang. Tidak selalu menggembirakan. Harap-harap cemas. Sedih ada. Lucu pun ada. 

“Kami menyampaikan hormat dan terima kasih atas perjuangan Bapak-Ibu sampai di tempat pelatihan ini. Tidak hanya peserta yang khawatir, keluarga yang ditinggal pun, pastilah was-was. Semoga kita semua dilindungi Allah, Tuhan Yang Maha Melindungi,” ujar Ketua Komisi Hukum dan Perundang-undangan Dewan Pers. 

Selain cerita menunggu hasil PCR, catatan kecil tapi tidak boleh dilewatkan datang dari M Risanta. Peserta dari Banjarmasin ini membuka kiat nyaman saat ‘dicolok’ waktu diambil sampel test PCR untuk syarat penerbangan pulang, Jumat (20/8). 

“Santai aja. Jangan dilawan. Tarik nafas pelan-pelan,” ujarnya saat menyaksikan Hasan Basril diambil sampelnya. 

“Wah agak berat di sini. Tiga lubang, berair mata saya,” kata Hasan. Dua lubang hidung dan satu tenggorokkan. 

“Saya akan jalankan kiat Pak Risanta,” ujar Mario yang ‘dicolok’ setelah Hasan. “Sukses!” katanya begitu selesai dicolok. Selamat. Tidak tersedak. Tapi, matanya masih berair, sedikit, hehe.

Catatan terakhir tentang penerapan prokes yang ketat. Ini memang diatur panitia agar semua peserta dan panitia selamat selama mengikuti kegiatan. Untuk hotel, satu kamar untuk satu peserta. Sarapan pagi diantar ke masing-masing kamar. Makan siang dan malam disediakan di ruang acara,  dan makannya disarankan di kamar masing-masing. Selama di ruangan acara dan di hotel, seluruh peserta dan panitia, wajib pakai masker. Foto bersama boleh, tapi tetap pakai masker. 

“Sudah tiga hari kita bersama di Banten. Tidak semua peserta dan panitia yang tahu kita wajahnya. Habis ditutup masker terus,” kata Basril Basyar. 

Syukurnya, selama kegiatan tidak ada satu pun peserta atau panitia yang terpapar Covid-19. Oh ya, selain peserta yang saya sebutkan dalam daftar sebelumnya, dari Ahli Pers Dewan Pers juga ada yang ikut penyegaran antara lain M Ridlo Eisi, Imam Wahyudi dan Juni Soehardjo. 

Karena peserta ini umumnya wartawan, maka begitu diberi kesempatan untuk bertanya dan menyampaikan pendapat, belasan bahkan puluhan tangan pun teracung. Dari catatan saya, peserta yang beruntung dapat kesempatan bertanya hampir pada setiap sesi materi, jatuh ke...Chelsia Chan, disusul Imam Wahyudi, Zulmansyah Sekedang, Donald Haris, Hasan Basril, Agus Perdana, termasuk trio peserta dari Sumbar. 

“Berbeda dari kegiatan sebelumnya, peserta pada pelatihan di Banten ini sangat aktif. Sampai-sampai moderatornya bingung menentukan siapa yang akan diberi kesempatan,” kata Hendri Ch Bangun, Wakil Ketua Dewan Pers yang setia mengawal kegiatan ini sejak hari pertama sampai penutupan. (Zul Effendi