Bbs-news.id, Banjarmasin - Pemerintah Indonesia mengangkat Prof. K.H Abdul Kahar Muzakkir sebagai pahlawan Nasional dengan Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 120/TK tahun 2019 tertanggal 7 November 2019.
Prof K.H Abdul Kahar Muzakir, Lahir di Yogyakarta, 16 April 1908, ( ada sebagian pendapat lahir pada tahun 1907 ), beliau wafat 2 Desember 1973. Di Yogjakarta, beliau adalah Anggota Pengurus Pusat Muhammadiyah 1946-1973. Rektor (pertama) dan perintis Universitas Islam Indonesia (Sekolah Tinggi Islam) 1945-1960. Salah satu dari 9 penandatangan “Piagam Jakarta” 22 Juni 1945.
Pada forum Muktamar Kerja Aisyiyah bersamaan dengan Muktamar Muhammadiyah Setengah Abad, tahun 1962, Prof Abdul Kahar Muzakkir, yang biasa dipanggil Pak Kahar, menyampaikan pemikirannya tentang sebuah Perguruan Tinggi bagi kaum perempuan, sebagai kelanjutan dari pendidikan yang telah diselenggarakan bagi kaum perempuan Muhammadiyah, yaitu Madrasah Muallimat di Yogyakarta yang telah berdiri selama 40 tahun.
Ada enam poin pemikiran Pak Kahar berkaitan dengan pendirian sebuah perguruan tinggi bagi kaum perempuan.
Pertama, adalah suatu kewajiban suci bahwa kita umat Islam yang merupakan bangsa Indonesia yang besar ini, oleh Allah Swt dikaruniai iman dan Islam dan dijadikan wasath dan khoiru ukhrijat linnas. Agama dan idiologi Islam sudah sejak empat belas abad lalu memberikan pedoman-pedoman hidup yang mulia dan bermutu tinggi. Islam yang semenjak lahirnya, memberi tugas wajib belajar yang sama baik bagi pria maupun bagi wanita.
Ayat-ayat al-Qur’an dan sunnah Rasulullah mengenai kewajiban belajar senantiasa berlaku dari dahulu hingga kini, bahkan sepanjang masa. Ilmu dan pengetahuan selama-lamanya menjadi sendi dan dasar tiap-tiap tindakan terutama untuk kemajuan masyarakat Indonesia. Umat Islam terutama untuk kemajuan masyarakat dan negara dimana kaum Musliminpun semenjak lahirnya selalu membuktikan dengan bukti-bukti yang berharga.
Kedua, Di tanah air Nusantara Indonesia, umat Islam terutama yang bernaung di bawah panji Muhammadiyah dengan bukti yang nyata baik sebelum maupun sesudah Indonesia merdeka,mengambil bagian dalam pengajaran dan pendidikan pula.
‘Aisyiyah sebagai garwa Muhammadiyah, tidak ketinggalan dalam memajukan bidang pengajaran dan pendidikan. Usaha-usaha ‘Aisyiyah dalam bidang tersebut terbukti tidak demikian ketinggalan.
Ketiga, selain ajaran al-Qur’an dan sunnah, ajaran-ajaran asuhan guru mursyid kita, KH. Ahmad Dahlan Rohimahu Allah, di Indonesia sungguh sangat berguna dan layak menjadi teladan.
Beliau sejak pagi-pagi telah memberi pengajaran dan pendidikan kepada kita bukan saja dalam bidang agama akan tetapi dalam bidang usaha-usaha kemajuan duniawiyah pula.
Keempat, Madrasah Mu’alimat adalah hingga kini merupakan suatu perguruan kita yang masih dapat kita pertanggungjawabkan dalam tujuan menghasilkan pendidikan wanita Islam. Madrasah Mu’alimat sudah 40 tahun kita dirikan. Banyak benar sudah hasil madrasah yang tersiar dan berkembang sampai ke Merauke sebagai ibu keluarga yang utama, guru yang rajin, mubaligh yang patuh, pemimpin yang setia di samping sebagai pedagang yang bonafid, pengusaha yang produktif dan sarjana yang terpelajar tinggi, dan di samping sebagai muslimah yang taat.
Kelima, Indonesia kini telah menjadi suatu negara yang besar.
Bangsa Indonesiapun suka atau tidak, telah harus menjadi bangsa yang besar. Dalam pada itu kaum muslimin dan muslimat harus pandai menempati kedudukan culturil yang sepadan di arena bangsa lain sesuai pula sebagai khoiro ummat ukhrijat linnas. Ke dalam (Indonesia) merdeka hendaknya jangan ketinggalan atau terdesak oleh lain-lain golongan.
Kesemuanya itu menghendaki umat Islam harus pula dapat menyelenggarakan tenaga ahli dalam bidang-bidang yang diperlukan. Kaum muslimat terutama kaum ‘Aisyiyah yang sudah memiliki banyak-sedikit pengalaman-pengalaman dalam alam kemajuan kemasyarakatan dirasakan perlu menyelenggarakan perguruan untuk ahli perempuan yang tetap gigih memegang teguh ajaran-ajaran Islam.
Keenam, tenaga ahli dari perempuan Islam dan juga sekarang diperlukan guru-guru menengah, dosen, dokter, dokter gigi, apoteker perempuan, sarjana hukum, pengacara, ahli-ahli seni yang tak keluar dari ajaran Islam, ahli sastra, pegawai negeri atau swasta, ahli sejarah, ahli ilmu bumi, ahli ekonomi, dan dagang dan perempuan diplomat dan lain-lain.
Untuk memenuhi calon-calon di atas, Madrasah Mu’alimat yang secara praktek dan kenyataan sudah dapat menyumbangkan tidak sedikit tenaga-tenaga dalam masyarakat kita, baiklah kita pelihara dan kita atur kembali dengan tujuan-tujuan baru dan rencana pelajarannya, dengan tidak meninggalkan adab dan kesusilaan Islam, baik dalam akhlak maupun pakaian yang sesuai dengan syarat-syarat pakaian Islam.
Keenam pemikiran tersebut mendasari Pak Kahar untuk menggagas sebuah perguruan tinggi yang diharapkan adalah suatu universitas perempuan berdasarkan Islam. Universitas ini dikemudian hari sebaiknya dikembangkan menjadi suatu universitas yang lengkap dalam bidang keahlian yang sesuai dengan sifat-sifat perempuan.
Pada waktu itu, Pak Kahar kemudian mengusulkan secara konkrit sebuah institut bernama Institut Ummul Mu’minin, dengan rencana program studi:
1️⃣ Pendidikan, untuk menyiapkan ahli pendidikan agama Islam, dakwah ilmu-ilmu Islam dan ilmu-ilmu masyarakat (social sciences);
2️⃣ Jurusan Sastra, menyiapkan ahli sastra dan bahasa Arab, Indonesia, bahasa daerah, bahasa-bahasa
Afro-Asia dan bahasa-bahasa Barat;
3️⃣ Jurusan hukum, yang menyiapkan ahli-ahli hukum syariah dan negara; serta
4️⃣Jurusan ekonomi, yang menyiapkan ahli ekonomi dan akuntansi.
Pemikiran ini, rupanya baru berhasil diwujudkan dalam bentuk sebuah universitas, dengan diresmikannya Universitas Aisyiyah Yogyakarta pada 10 Maret 2016, setelah melalui perjalanan panjang dari sebuah sekolah kebidanan, sekolah perawat,akademi dan sekolah tinggi ilmu kesehatan.(juns)
Sumber : Percik pemikiran tokoh Muhammadiyah untuk Indonesia berkemajuan.(Andra/juns)