Bbs-news.id, Banjarmasin - Tradisi membagikan bubur asyura masih dilestarikan oleh masyarakat di Banjarmasin Kalimantan Selatan .Hampir setiap tanggal 10 Muharram masyarakat menggelar tradisi peninggalan bahari bernuansa Islami, yang mengajarkan sikap saling berbagi pada sesama.
Tidaklah heran setiap tanggal 10 Muharram disambut sukacita masyarakat di Banjarmasin maupun daerah lainya di Kalimantan Selatan. Setiap menjelang hari ‘Asyura, masyarakat Banjar di wilayah Hulu Sungai (Pahuluan) biasanya menyelenggarakan acara tradisi membuat bubur Asyura secara bersama-sama dalam kelompok kecil. Kebanyakan tradisi ini dilakukan oleh para ibu-ibu pada hari ke-9 atau ke-10 bulan Muharram setiap tahunnya.
Salah satunya adalah yang dilakukan warga Komplek Suaka Indah Lestari Rt.14, Kelurahan Sungai Lulut, Kabupaten Banjar. Di kediaman salah satu tokoh masyarakat, Rahmani atau yang dikenal dengan sebutan Om Borneo. Setiap tanggal 10 Muharram bersama sang istri dan puluhan ibu lainnya memasak bubur Asyura. Kegiatan ini pun dilakukan sejak dirinya bermukim di kawasan yang dikenal salah satu lingkungan nyaman berwawasan lingkungan sehat.“Alhamdulillah ini merupakan kegiatan rutin di kampung kami, tradisi bernuansa Islami yang selalu kami lestarikan. Tradisi ini sebagai wujud syukur kami dikampung ini selalu disehatkan badan dan diberikan keberkahan oleh Allah SWT. Seperti diajarkan orangtua kami dulu, tradisi ini sesungguhnya sangat baik sebagai bentuk menunjukkan rasa syukur,” ujar Om Borneo sapaan Rahmani, kepada wartawan, Kamis (19/08/2021).
Sejak tadi pagi sejumlah ibu-ibu berdatangan ke rumah Rahmani. Meskipun dilakukan secara gotong royong, namun mereka tetap menjalankan protokol kesehatan. Selain memakai masker, ibu-ibu ini pun saat menyiapkan bahan hingga memasak bubur ke dalam panci besar, tetap menjaga jarak.“ Kita boleh berkumpul bergotong royong, namun tetap menjaga jarak dan menggunakan masker, serta yang terpenting mencuci tangan sebelum dan sesudah beraktivitas memasak bubur Asyura ini” tambah Om Borneo.
Menurut pria yang sering tampil di media sosial dengan jargon “ Borneo Dusta TV “, Bubur yang dimasak seperti bubur nasi pada umumnya yang terdiri dari campuran rempah-rempah, sayur-sayuran serta daging ayam. Biasanya bubur dimasak dalam jumlah besar dalam sebuah kawah besar, kemudian dibagi-bagikan ke tetangga-tetangga sekitar. Hal ini dimaksudkan sebagai hidangan berbuka bagi mereka yang menjalankan puasa sunah hari Asyura.“ Hampir satu kampung, mulai anak-anak hingga orangtua, kalau sudah masak buburnya, mereka berdatangan ke sini membawa mangkok, panci kecil atau mangkok untuk mendapatkan bubur Asyura yang dikenal lezat rasanya,” katanya sembari menjelaskan karena masa pandemi warga bergantian datang mengambil bubur Asyura.
Dalam berbagai literatur, tradisi bubur Asyura telah ada dan berlangsung sejak ratusan yang lalu dalam budaya Islam masyarakat Banjar. Konon, adanya tradisi acara “ Maulah Bubur Asyura “ sebagai kenangan sekaligus momentum rasa syukur mengingat perjuangan pejuang kaum muslimin dahulu yang pernah mengalami masa-masa panceklik kelaparan. Pada saat itu a semua bahan-bahan apa saja yang bisa dimakan dimasak secara bersama-sama. Di satu sisi tradisi ini sesungguhnya sangat baik sebagai bentuk menunjukkan rasa syukur sekaligus pengajaran para orang tua dahulu bagaimana cara kita menghargai makna sebuah perjuangan dan momentum bersejarah peradaban Islam.
Di kalangan masyarakat suku Banjar, Hari Asyura identik diperingati dengan membuat bubur Asyura yang terbuat dari beras dan campuran 41 macam bahan yang berasal dari sayuran, umbi-umbian dan kacang-kacangan. Selain untuk mendapatkan pahala dengan bersilaturrahim, bergotong-royong, memberi orang makan, tradisi bubur Asyura juga menunjukkan indahnya persaudaraan umat Islam. (Olpah Sari Risanta – AN ).